Sabtu, 29 November 2008

Do'a ku hari ini....

. Sabtu, 29 November 2008 .



Alhamdullilah Ya ALLAH...,sampai saat ini KAU masih menganugrahkanku kesehatan iman dan islam,kesehatan jasmani dan rohani.Sungguh nikmat yang tiada terkira.
tapi..
kadang aku masih saja selalu merasa kurang dan kurang atas nikmatmu itu.
seperti hari ini aku memohon kepada-MU agar diberikan jalan hidup yang mudah yang berkah dan terbaik untuk ku.hanya kepada-MU lah aku memohon dan hanya kepada-MU lah aku kan kembali kelak karena jiwaku,hidupku,dan matiku hanya milik-MU....

(Read More..)

Kamis, 27 November 2008

Diantara Keajaiban perintah Sujud Terhadap Tubuh

. Kamis, 27 November 2008 .



Apabila anda sedang mengalami stress, atau tensi anda naik, atau pusing yang berkepanjangan, atau mengalami nervous (salah satu jenis penyakit penyimpangan perilaku berupa uring-uringan, gelisah, takut, dll). Jika anda takut terkena tumor, maka sujud adalah solusinya.... Dengan sujud akan terlepas segala penyakit nervous dan penyakit kejiwaan lainnya. Inilah salah satu hasil penelitian yang dilakukan oleh Dr. Muhammad Dhiyaa'uddin Hamid, dosen jurusan biologi dan ketua departemen radiasi makanan di lembaga penelitian teknologi radiasi.
Sudah lumrah bahwasannya manusia apabila mengalami kelebihan dosis dalam radiasi, dan hidup di lingkungan tegangan listrik atau medan magnet, maka hal itu akan berdampak kepada badannya, akan bertambah kandungan elektrik di dalam tubuhnya. Oleh karena itu, Dr. Dhiyaa' mengatakan bahwa sesungguhnya sujud bisa menghilangkan zat-zat atau pun hal-hal yang menyebabkan sakit.
Pembahasan Seputar Organ Tubuh
Dia adalah salah satu organ tubuh... dan dia membantu manusia dalam merasakan lingkungan sekitar, dan berinteraksi dengan dirinya, dan itulah tambahan dalam daerah listrik dan medan magnet yang dihasilkan oleh tubuh menyebabkan gangguan dan merusak fungsi organ tubuh sehingga akhirnya mengalami penyakit modern yang disebut dengan "perasaan sumpeg", kejang-kejang otot, radang tenggorokan, mudah capek/lelah, stress ... sampai sering lupa, migrant, dan masalah menjadi semakin parah apabila tanpa ada usaha untuk menghindari penyebab semua ini, yaitu menjauhkan tubuh kita dari segala peralatan dan tempat-tempat yang demikian.

Solusinya ???
Harus dengan mengikuti sesuatu yang diridhai untuk mengeliminir hal itu semua, ... yaitu dengan bersujud kepada Satu-satunya Dzat yang Maha Esa sebagaimana kita sudah diperintah untuk hal itu, dimana sujud itu dimulai dengan menempelkan dahi ke bumi (lantai). Maka di dalam sujud akan mengalir ion-ion positif yang ada di dalam tubuh ke bumi (sebagai tempat ion-ion negatif). dan seterusnya sempurnalah aktivitas penetralisiran dampak listrik dan magnet. Lebih khusus lagi ketika sujud dengan menggunakan 7 anggota badan (dahi, hidung, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan kedua kaki) maka dalam posisi ini sangat memudahkan bagi kita menetralisir dampak listrik dan magnet.
Diketahui selama penelitian, agar semakin sempurna proses penetralisiran dampak itu semua, maka sujud harus menghadap ke Makkah (Masjid Ka'bah), yaitu aktivitas yang kita lakukan di dalam shalat (qiblat). Sebab Makkah adalah pusat bumi di alam semesta. Dan penelitian semakin jelas bahwa menghadap ke Makkah ketika sujud adalah tempat yang paling utama untuk menetralisir manusia dari hal-hal yang mengganggu fikirannya dan membuat rileks.
Subhanallah, ....pengetahuan yang menakjubkan.

Dari : Berbagai sumber

(Read More..)

Rabu, 26 November 2008

Hikmah Pengharaman Alkohol : Dampaknya Terhadap Jantung

. Rabu, 26 November 2008 .



Dr. Sath-han Ahmad (United State of America)

ٍSudah menjadi sesuatu yang diketahui umum, yaitu adanya dampak yang sangat kentara dari alkohol terhadap otak dan kerja hati (liver), kecuali apabila hal itu digunakan untuk tujuan-tujuan sosial atau untuk medis. Ada sebuah pemahaman yang menyatakan bahwa penggunaan alkohol dalam jumlah kecil tidak berdampak pada toksin atau mempengaruhi anggota tubuh lainnya sehingga tidak boleh melarang penggunaan alkohol.

Oleh karena itu, aku melaksanakan penelitian ini untuk memastikan ada-tidaknya dampak yang signifikan terhadap jantung bagi manusia. Penelitian juga aku lakukan terhadap zat aditif "khomer" bagi responden. Tes percobaan adalah 6 jenis alkohol dengan kandungan 43% saya berikan kepada orang biasa yang sehat yang berusia 23 - 30 tahun selama 2 jam, bagi kelompok pertama, dan 1 jam bagi kelompok kedua. Dan ternyata, kerja jantung jadi berdebar kencang.

Terhadap kelompok pertama, setelah berselang 60 menit (1 jam), kandungan al-kohol menjadi + 74 mcm/ml ada penambahan selama pemompaan darah 90 - 96 mili kedua. Dan penambahan waktu kepastian 44 - 52, bertambah persentase keduanya dari 0,299 sampai 323. Dan mulai menurun setelah 2 jam pertama padahal jumlah alkohol dalam darah bertambah sampai 111 mg dengan peningkatan yang sangat cepat/drastis (pada kelompok kedua) dan terjadi dis-fungsi organ perut bagian kiri setelah 30 menit. Hal ini terjadi ketika keadaan alkohol dalam darah mencapai 50 mg/100ml.

Adapun pada kelompok ketiga. Kami melakukan studi komparasional terhadap 5 orang yang aku beri saccharine dan terjadi penurunan pada tiga hal tersebut pada setiap orang.


Oleh karena itu, penggunaan alkohol dengan dosis "kecil/atau tidak seberapa" akan menyebabkan terjadinya disfungsi organ secara berkala; dan pada orang-orang biasa bila tidak berkala. Dan untuk menganalisis kerja jantung pada pada saat diberi zat aditif tersebut di atas, maka 3 orang yang sudah kecanduan khomer, kami melakukan studi komparasinya dengan kelompok orang-orang biasa yang sehat. Berdasarkan hipotesis : Ada perbedaan yang jelas pada keadaan dan gejala-gejala jantung, maka diketahui bahwasanya ditemukan keadaan yang sangat jelas pada setiap responden tentang disfungsi organ perut bagian kiri, baik besar atau pun kecil. Dan disfungsi ini lebih jelas lagi pada orang yang sedang sakit yang relatif lebih lama pada lama-tidaknya kerja jantung. Pada 12 pasien tidak mengetahui penyebab pembengkakan jantung, sebab ukuran/volume organ perut bagian kiri dan volume darah dan terbuang berbeda lebih jelas dibandingkan pada responden orang biasa.

Dan pada 11 orang yang menderita sakit tambahan, tidak mengetahui pembengkakan jantung dengan perbedaan yang jelas, yaitu adanya penambahan atau pengurangan volume pompa darah.

Pada 18 pasien, mengetahui adanya pembengkakan jantung tanpa diserta gejala, terjadi penurunan atau dis-fungsi kerja pompa jantung secara jelas dan disertai penurunan volume dan darah yang terbuang.

Berdasarkan hal tersebut, penggunaan alkohol (sebagai zat aditif) adalah kritis secara terus-menerus terhadap jantung. Hal ini diawali dengan berdebarnya detak jantung dan sampai pada tahapan berikutnya, sakit; penurunan stamina tubuh pada kerja pompa darah, kemudian pembengkakan jantung, munculnya dis-fungsi jantung. Dan informasi yang diperoleh dari percobaan terhadap sejumlah anjing menguatkan data kami ini, dimana kami telah memberi makan 7 anjing tersebut secara paralel 5 kebutuhan anjing tersebut akan energi panas melalui alkohol selama 18 bulan. Maka, terjadilah dis-fungsi/penurunan yang sangat jelas pada jumlah yang terbuang dari organ perut bagian kiri, dan pada kekuatan tulang biseps. Adapun pembengkakan pada organ perut dan inflamasi ataupun perubahan pada keduanya, maka hal itu tidak terjadi, dan terjadinya penurunan potassium dengan adanya catatan pada biseps jantung anjing (64, dimana sebelumnya 72).

Berdasarkan hal tersebut, pengunaan alkohol dengan dosis apapun dan dalam kondisi apapun bukan hanya mempengaruhi aqidah saja, bahkan berdampak kepada jantung dengan dampak yang sangat berbahaya.

Sesungguhnya hukum pengharaman di dalam Islam adalah sesuatu yang sudah dogmatis dan terbatas yang tidak ada porsi sedikitpun untuk meragukannya atau mengingkarinya. Sikap Islam terhadap penggunaannya minuman beralkohol dalam dosis kecil adalah sangat jelas yang tidak perlu penjelasan tambahan, sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits Rasulullah. Adapun orang-orang kafir dan kalangan pendosa, mereka mengikuti kaidah-kaidah mereka dari aspek kemanusiaan dan medik untuk melegalkan penggunaan alkohol dalam dosis rendah ... . Maka mereka akhirnya menyangka bahwa dosis rendah tidak akan berdampak secara signifikan, tidak jadi haram, dan tidak membahayakan tubuh. Dari hal ini pun akhirnya dimungkinkan penggunaan alkohol dalam dosis sedang untuk tujuan-tujuan medik.

Oleh karena itu, dipandang perlu bahwa kita dalam setiap moment selalu mengedepankan ilmu dan dalil untuk memuaskan mereka-mereka yang tidak yakin dengan asas komitmen dalam kita bertahkim dengan hukum ilahi.

(Read More..)

Selasa, 25 November 2008

Penyakit yang Menimpa Perempuan Tidak Berjilbab

. Selasa, 25 November 2008 .

Rasulullah bersabda, "Para wanita yang berpakaian tetapi (pada hakikatnya) telanjang, lenggak-lengkok, kepala mereka seperti punuk unta, mereka tidak akan masuk surga dan tiada mencium semerbak harumnya (HR. Abu Daud)
Rasulullah bersabda, "Tidak diterima sholat wanita dewasa kecuali yang memakai khimar (jilbab) (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, bn Majah)
Penelitian ilmiah kontemporer telah menemukan bahwasannya perempuan yang tidak berjilbab atau berpakaian tetapi ketat, atau transparan maka ia akan mengalami berbagai penyakit kanker ganas di sekujur anggota tubuhnya yang terbuka, apa lagi gadis ataupun putri-putri yang mengenakan pakaian ketat-ketat. Majalah kedokteran Inggris melansir hasil penelitian ilmiah ini dengan mengutip beberapa fakta, diantaranya bahwasanya kanker ganas milanoma pada usia dini, dan semakin bertambah dan menyebar sampai di kaki. Dan sebab utama penyakit kanker ganas ini adalah pakaian ketat yang dikenakan oleh putri-putri di terik matahari, dalam waktu yang panjang setelah bertahun-tahun. dan kaos kaki nilon yang mereka kenakan tidak sedikitpun bermanfaat didalam menjaga kaki mereka dari kanker ganas. Dan sungguh Majalah kedokteran Inggris tersebut telah pun telah melakukan polling tentang penyakit milanoma ini, dan seolah keadaan mereka mirip dengan keadaan orang-orang pendurhaka (orang-orang kafir Arab) yang di da'wahi oleh Rasulullah. Tentang hal ini Allah berfirman:
وإذ قالوا اللهم إن كان هذا هو الحق من عندك فأمطر علينا حجارة من السماء أو ائتنا بعذاب أليم (الأنفال: 32)
Dan ingatlah ketika mereka katakan: Ya Allah andai hal ini (Al-Qur'an) adalah benar dari sisimu maka hujanilah kami dengan batu dari langit atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih ( Q.S. Al-Anfaal:32)


Dan sungguh telah datang azab yang pedih ataupun yang lebih ringan dari hal itu, yaitu kanker ganas, dimana kanker itu adalah seganas-ganasnya kanker dari berbagai kanker. Dan penyakit ini merupakan akibat dari sengatan matahari yang mengandung ultraviolet dalam waktu yang panjang disekujur pakaian yang ketat, pakaian pantai (yang biasa dipakai orang-orang kafir ketika di pantai dan berjemur di sana) yang mereka kenakan. Dan penyakit ini terkadang mengenai seluruh tubuh dan dengan kadar yang berbeda-beda. Yang muncul pertama kali adalah seperti bulatan berwarna hitam agak lebar. Dan terkadang berupa bulatan kecil saja, kebanyakan di daerah kaki atau betis, dan terkadang di daerah sekitar mata; kemudian menyebar ke seluruh bagian tubuh disertai pertumbuhan di daerah-daerah yang biasa terlihat, pertautan limpa (daerah di atas paha), dan menyerang darah, dan menetap di hati serta merusaknya.
Terkadang juga menetap di sekujur tubuh, diantaranya: tulang, dan bagian dalam dada dan perut karena adanya dua ginjal, sampai menyebabkan air kencing berwarna hitam karena rusaknya ginjal akibat serangan penyakit kanker ganas ini. Dan terkadang juga menyerang janin di dalam rahim ibu yang sedang mengandung. Orang yang menderita kanker ganas ini tidak akan hidup lama, sebagaimana obat luka sebagai kesempatan untuk sembuh untuk semua jenis kanker (selain kanker ganas ini), dimana obat-obatan ini belum bisa mengobati kanker ganas ini.
Dari sini, kita mengetahui hikmah yang agung anatomi tubuh manusia di dalam perspektif Islam tentang perempuan-perempuan yang melanggar batas-batas syari'at. yaitu bahwa model pakaian perempuan yang benar adalah yang menutupi seluruh tubuhnya, tidak ketat, tidak transparan, kecuali wajah dan telapak tangan. Dan sungguh semakin jelaslah bahwa pakaian yang sederhana dan sopan adalah upaya preventif yang paling bagus agar tidak terkena "adzab dunia" seperti penyakit tersebut di atas, apalagi adzab akhirat yang jauh lebih dahsyat dan pedih. Kemudian, apakah setelah adanya kesaksian dari ilmu pengetahuan kontemporer ini -padahal sudah ada penegasan hukum syari'at yang bijak sejak 14 abad silam- kita akan tetap tidak berpakaian yang baik (jilbab), bahkan malah tetap bertabarruj???
( Sumber: Al-I'jaaz Al-Ilmiy fii Al-Islam wa Al-Sunnah Al-Nabawiyah, Oleh :Muhammad Kamil Abd Al-Shomad )

(Read More..)

Senin, 24 November 2008

Takwa dan Hidup Islami

. Senin, 24 November 2008 .



Oleh : Deka Kurniawan

''Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kalian kepada Allah dengan takwa yang sebenar-benarnya, dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.'' (QS Ali Imran: 102)

Pesan takwa yang disebutkan dalam ayat diatas adalah yang paling populer di kalangan umat Islam. Setidaknya, setiap pekan pesan suci itu selalu dikumandangkan dari mimbar Jumat. Pesan istimewa itu juga ''laku keras'' di bulan Ramadan beriringan dengan petikan ayat la'allakum tattaqun (agar kalain bertakwa).

Tetapi, justru karena popularitas dan kebiasaan itu, ia menjadi tidak istimewa lagi. Makna hakikinya hilang dan berhenti hanya menjadi sekadar slogan. Ini karena kebanyakan kaum muslimin tidak berusaha menggali nilai sejati dari wasiat para nabi itu. Salah satu nilai itu adalah bahwa takwa sangat terkait erat dengan kehidupan Islami.

Seperti ditunjukkan ayat di atas, perintah untuk bertakwa dengan takwa yang sebenar-benarnya dibarengi dengan perintah berikutnya, yakni untuk tidak mati melainkan dalam keadaan Islam (husnul khotimah). Dua perintah yang disebutkan dalam satu ayat tersebut jelas memiliki keterkaitan (munasabah).

Menurut sejumlah mufassir (ulama tafsir) perintah kedua dalam ayat itu mengandung makna sebaliknya (mafhum mukhalafah) di mana maksud sesungguhnya adalah janganlah kamu hidup melainkan dengan kehidupan yang Islami. Ini karena kematian tidak bisa terlepas dari kehidupan. Bagaimana seseorang mati sangat bergantung pada bagaimana ia hidup karena tidak ada satu makhlukpun yang bisa memastikan kapan tibanya ajal.

Inilah yang tampaknya kurang banyak ditangkap umat Islam. Ajal bisa datang dalam keadaan hidup seseorang jauh dari nilai-nilai Islam. Maka saat itu kematiannya pun tidak bisa disebut mati secara Islam, walaupun status keagamaannya sebagai muslim. Sebaliknya, ia juga bisa datang dalam keadaan hidup sesorang muslim berada di bawah bimbingan Islam. Maka, saat itu kematiannya pun Islami. Di sini terdapat pesan penting untuk tidak menunda-nunda tobat, berbuat baik, dan berilaku Islami lainnya.

Selama ini banyak ummat Islam yang menganggap perintah mati dalam keadaan Islam itu secara sempit. Bagi mereka, yang penting ketika meninggal dunia status keagamaan mereka adalah muslim. Tidak penting bagaimana bentuk kehidupan yang mereka jalani, apakah sesuai dengan tuntunan Islam atau tidak.

Bagaimana hidup yang Islami itu? Yakni seperti yang terdapat dalam perintah pertama bertakwa dengan takwa yang sebenar-benarnya. Ukuran sederhananya adalah memahami serta mengamalkan tiga hal pokok secara konsisten aqidah yang kokoh dan bersih, ibadah yang benar dan tekun, akhlak yang mulia dan melakukan aktivitas secara Islami dalam seluruh aspek kehidupan.

Bagaimana dengan diri kita,apakah sudah hidup islami?

(Read More..)

Sabtu, 22 November 2008

Jilbab : Citra Intelektual dan Spiritual

. Sabtu, 22 November 2008 .



Oleh : Retno W. Wulandari

Fenomena jilbab akhir-akhir ini semakin marak. Gelombang fenomena ini semakin terasa pada kampus-kampus yang berkonotasi pada kam-pus "sekuler" atau "tidak Islami". Dalam satu sisi pandang, jelas ini merupakan suatu hal yang patut disyukuri. Karena, paling tidak ini menjadi suatu cermin korektif betapa kesadaran akan penghayatan keberagamaan secara lebih mendalam menjadi suatu kebutuhan yang esensial dalam menghadapi arus zaman sekarang ini.
Berjilbab, dalam tatapan ekologis dan kosmologis, merupakan suatu perlawanan dan penolakan terhadap perkembangan budaya asing yang mewabah di negeri ini. Dengan berjilbab, ada semacam proses identifikasi untuk menjadi Muslimah sejati.
Sementara itu dalam perspektif Islam Tradisional -yang pemikirannya dikembangkan secara jernih oleh Sayyid Hussain Nashr- wanita berjilbab seolah-olah memberontak terhadap modernisme yang memisahkan kaum Muslim dengan Yang Pusat Yang Ilahi. Lebih jauh Nashr menulis dalam Islam Tradisi (1994 : 15): "Islam tradisional menganjurkan wanita berpakaian yang sopan yang umumnya mengenakan jilbab untuk menutupi rambutnya. Hasilnya adalah sejajaran
pakaian wanita dari Maroko sampai Malaysia, seba-gian besar pakaian ini sangat indah dan memantulkan femininitas sesuai dengan etos Islam, yang mene-kankan keselarasan dengan sifat materi dan karena-nya maskulinitas kaum pria dan feminitas kaum wa-nita. Kemudian datang perubahan-perubahan moder-nis yang membuat para wanita menanggalkan jilbab mereka, menampakkan rambut mereka dan menge-nakan pakaian Barat, paling tidak di kawasan dunia Islam."
Penulis The Tao of Islam, Sachiko Murata, men-jelaskan dengan sangat menarik perihal kepentingan kaum wanita Muslimah menutupi aurat mereka. Tulisnya, "Keindahan dan kecantikan Tuhan termanisfestasi dalam diri wanita. Semakin wanita tersebut menjaga keindahan dan kecantikannya, maka dalam tatapan kosmologis, wanita tersebut seolah-olah menutupi Keindahan dan Kecantikan Tuhan."
Sayang, kesadaran wanita yang berjilbab itu belum sampai ke arah seperti itu. Pada dataran praktis, masih banyak terjadi percampuran budaya Barat de-ngan budaya Islam. Ataupun, ketidakmampuan untuk mengendalikan keinginan diri. Misalnya, sebagian wanita sudah menge-nakan kerudung atau jilbab, tapi bajunya terbuat dari kain yang tipis yang tentu saja mem-bentuk tubuhnya yang indah. Jelas, hal ini kurang memenuhi ke-sempurnaan perintah syariat.
Hatta, sekalipun ini dipandang dari perintah syariat maka itu pun belum memenuhi sya-rat sebagai busana muslimah. Syarat se-perti bahan tidak ter-buat dari kain yang tipis, tidak membentuk lekuk-lekuk tubuh dan seterusnya telah ba-nyak dilanggar. Alasannya macam-macam. Salah satu alasan, misalnya, busana Muslimah pun harus mengikuti perkembangan dan tuntutan zaman.

Alasan di atas tampak menarik. Karena, di sini ditampilkan bahwa perintah syariat tidaklah ber-tentangan dengan perkembangan zaman. Pada satu sisi, tentu saja alasan ini dapat diterima. Islam me-mang tidak menghalangi kemajuan dan perkembang-an zaman. Namun, apakah dengan alasan tersebut, lantas perintah syariat harus kehilangan ruhnya ? Ruh berjilbab pada hakikatnya untuk menutupi se-luruh keindahan Tuhan yang tidak sepantasnya dilihat oleh yang bukan mahramnya. Jadi, bukan semata-mata perintah syariat atau hukum fiqh. Akibat dari pengabaian ruh jilbab, dalam praktiknya acapkali terlihat wanita-wanita yang mengenakan kerudung atau jilbab pun mengikuti "budaya pacaran" yang tentu amat asing dalam relasi sosial wanita-pria Islam.
Pacaran, dengan seluruh kompleksitas maknanya, telah menjadi semacam "ideologi". Artinya, ia me-rupakan pandangan yang melekat dalam diri pe-lakunya. Sehingga, dengan alasan, teman prianya sudah dekat, pelaku pacaran tak jarang rela untuk membuka auratnya -minimal rambut- di hadapan kawan prianya. Dan, di sini kawan prianya kehi-langan ruh iman. Artinya, ia tidak mengingatkan per-buatan dari kawan wanitanya. Dan menganggapnya itu sebagai hal yang wajar mengingat wanita tersebut adalah calon istrinya.

Ruh Jilbab sebagai Citra Intelektual dan Spriritual
Merebaknya pemakaian busana Muslimah, diduga muncul karena adanya semangat keislaman yang begitu tinggi setelah keberhasilan Revolusi Islam Iran (Lihat, misalnya, Gerbang Kebangkitan, ed. Hamid Algar, [Yogya: Shalahuddin Press]). Bila dugaan ini benar, tentu yang muncul adalah sikap meng-hormati keyakinan mazhab Syi’ah yang dianut oleh bangsa Iran oleh aktivis Muslim. Namun kenyataan-nya, tidak jarang terjadi celaan yang ditujukan kepada bangsa Iran sebagai penganut mazhab Syi’ah. Paling tidak, ketika sebuah jurnal kebudayaan meliput per-kembangan Syi’ah di Indonesia, muncul surat-surat pembaca yang menyatakan keberatan sekaligus kekecewaannya terhadap pemuatan liputan tersebut. Terakhir, keberatan terhadap perkembangan Syi’ah diwujudkan dalam seminar sehari di Masjid Istiqlal yang memfatwakan sesatnya faham Syi’ah !!!
Memberikan argumentasi seperti itu tentu belum memadai, karena boleh jadi alasan tersebut terlalu "ideologis". Sekalipun beberapa penelitian membukti-kan gelombang kesadaran berislam lebih meruah ber-kat kesuksesan Revolusi Islam di Iran. Salah satu hasil dari pengaruh besar revolusi tersebut adalah Sudan.
Negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam Sunni itu barangkali salah satu representasi terbaik dalam hal penolakan mereka akan hegemoni Barat, dan seperti saudaranya di Iran, mereka pun membangkitkan revolusi Islam Sudan. Kaum wani-tanya mengenakan busana muslimah yang menutupi aurat mereka. Bahkan, sebagian di antara mereka menjadi pasukan pengawal revolusi Sudan.
Menurut penulis, fenomena berjlbab lebih didasarkan pada kesadaran kembali akan tradisi yang hilang akibat arus modernisme yang mencabut manu-sia kontemporer dari, dan memisahkannya dengan, Yang Mahakudus. Wanita Islam modern -dan prianya- merasa asing pada dirinya sendiri, pada Tuhan Yang Mahaindah, sehingga dalam setiap momen hidupnya menganggap Tuhan sebagai Zat Suci yang meman-dang dirinya dari kejauhan, seperti matahari menyinari bumi.
Sebaliknya, bagi Muslimah tradisional, Tuhan di-pandang bukan saja sebagai Kebenaran Mutlak (Al-Haqq) namun juga Kehadiran Mutlak. Jadi, bagi mereka Tuhan bukan Zat Transenden yang hanya "mengawasinya dari kejauhan", namun juga yang se-nantiasa menyapa dirinya, yang "bertahta dan bersemayam dalam dirinya" (imanen). Sehingga saat mengenakan jilbab, muslimah tradisional menyem-bunyikan "Kecantikan Tuhan" dalam dirinya, yang hanya akan dibuka kepada mereka yang berhak yakni suaminya. Bukan yang masih samar atau spekulasi.
Dengan paparan tersebut, bagi Muslimah tradi-sional, jilbab bukan sekadar pemenuhan kewajiban hukum fiqh. Akan tetapi, menunjukkan aspek keda-laman esoteris, aspek yang ingin menyembunyikan Kecantikan Ilahi kepada lawan jenis dan meng-hadirkan Keindahan Tuhan kepada lelaki yang sah. Dalam wacana Muslimah tradisional, berpacaran -berkhalwat (berdua-duaan) dengan lelaki yang bukan mahram- berarti pelanggaran dirinya terhadap Kebe-naran dan Kehadiran Mutlak, suatu dosa yang bagi-nya tidak terampuni. Dan ia sudah memasuki ritus-ritus asing manusia modernis.
Pada saat yang sama, berjilbab berarti menam-pilkan citra intelektual dan spiritual dari suatu tradisi yang merentang sejak para nabi, wali, filsuf, sufi, dan pewaris-pewaris mereka yang memahami secara ekstensif dan menghayati secara intensif tradisionalitas Islam leluhur mereka. Citra intelektual dan spiritual akan hadir dengan menambah pengeta-huan secara kuantitatif dan meningkatkan ilmu berikut amalnya secara kualitatif dalam diri Muslimah.
Berjilbab, dengan demikian, menjadi suatu tanta-ngan untuk mendapatkan citra intelektual dan spiritual bagi Muslimah tradisional di tengah-tengah arus modernitas. Sebagai suatu tantangan, Muslimah tradisional memestikan dirinya untuk meningkatkan ilmu pengetahuannya. Baik yang bersifat teoretis maupun praktis. Pada gilirannya, Muslimah tradisional memes-tikan dirinya untuk bisa senantiasa mencerap Ke-indahan Tuhan, kedekatannya dengan Yang Kudus (ma’rifatullah) sehingga dengan citra spiritual yang bisa diperolehnya akan mampu memanifestasikan akhlak Jamaliyyah Allah dalam dirinya dan menjadi barakah kepada orang tuanya, suaminya, anak-anak-nya, tetangga-tetangganya, dan komunitas manusia sepanjang sejarah.

Wallahu a’lam

(Read More..)

Jumat, 21 November 2008

Wanita memiliki Kekurangan Akal ?

. Jumat, 21 November 2008 .


Penelitian Islam tentang Mukjizatnya Sabda Rasulullah tentang Wanita
Oleh : Aziz Muhammad Abu Kholaf , Peneliti Islami.

Begitu banyak tuduhan-tuduhan negatif yang ditujukan kepada Islam, bahwa Islam tidak menghormati hak asasi perempuan (HAP), sehingga akhirnya pun banyak diadakan seminar-seminar, diskusi-diskusi, program-program "pemberdayaan" di berbagai tempat untuk mengusung tema ini. Dan tema yang diusung adalah seputar "Akal perempuan dan pandangan Islam tentang kurangnya akal perempuan".
Dan ini bisa dibuktikan dengan adanya hadits sah dari Rasulullah -yang termaktub di dalam shahihain, Bukhari dan Muslim- bahwasannya perempuan akalnya kurang. Maka, apakah yang akan mereka katakan bahwa itu adalah benar memang adanya? Dan apakah para perempuan memang memiliki akal yang kurang ? Dan apakah Rasulullah mensifati perempuan dengan sidat itu memang demikian maksudnya, ataukah justeru maksudnya kebalikan dari itu?
Hadits Kurangnya Akal Perempuan
Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya:
Wahai wanita yang beriman seluruhnya, bershadaqahlah kalian semua, dan perbanyaklah kalian beristighfar, karena aku telah melihat bahwa mayoritas penghuni neraka adalah dari kalangan kalian". Maka seorang wanita pun menyela dan bertanya, "Kenapa kami menjadi penghuni neraka yang terbanyak?" Rasulullah bersabda, "Kalian banyak melaknat, dan kufur nikmat kepada suami-suami kalian, dan aku tidak melihat kelompok manusia yang kurangnya akal dan kurangnya agama kecuali dari kalian". Bertanya seorang wanita tadi, "Wahai Rasulullah, Apa kurang akalnya dankurang agamanya perempuan ?" Maka bersabdalah Rasulullah, "Adapun kurang akalnya perempuan adalah karena kesaksian dua orang perempuan sama dengan kesaksian seorang laki-laki, dan ini namanya kurang akalnya perempuan, dan kalian tidak shalat dan tidak puasa Ramadhan ketika datang haidh, dan ini pun kurangnya agama kalian, dan kalian mengingkari hak-hak suami kalian".
Hadits ini tidaklah mungkin kita fahami tanpa kita korelasikan dengan ayat Al-Qur'an yang mulia tentang perempuan menjadi saksi. Allah berfirman:
Maka ambilah dua orang laki-laki menjadi saksi, maka jika tidak tidak ada dua orang, maka seorang laki-laki dan dua orang perempuan yang kalian ridhai agamanya untuk menjadi saksi. Yang demikian itu agar kalau salah seorangnya lupa, maka yang lain mengingatkannya (Q.S. Al-Baqarah: 282)
Pemahaman yang salah dari hadits ini:
Terbersit di dalam perpepsi sebagian orang yang eror dengan senang dan girang menjelekkan Islam. Mekeka menyimpulkan bahwa kurangnya akal perempuan adalah kurangnya kemampuan otak, daya fikir perempuan lemah di bandingkan laki-laki, Andai mereka mau memperhatikan hadits tersebut, tentu mereka akan menemukan jawabannya, yaitu bahwa salahnya kesimpulan mereka bahkan bertentangan dengan hadits itu sendiri. Rinciannya adalah sbb.:

1. Disebutkan di dalam hadits tersebut tentang adanya seorang perempuan yang menyela Rasulullah dengan bertanya. Dan orang yang menyela tersebut sebagaimana penjelasan ulama adalah memiliki akal, fikiran, dan dewasa. Maka bagaimana mungkin perempuan ia memiliki kurang akal sedangkan pada saat yang sama ia dewasa dan punya fikiran?
2. Rasulullah takjub dengan kemampuan perempuan dan bahwasannya seorang dari mereka bisa mengungguli seorang laki-laki yang cerdas sekalipun. Maka bagaimana mungkin ia dikatakan kurang akal padahal mengalahkan kecerdasan seorang laki-laki?
3. Dialog tersebut adalah antara Rasulullah dengan wanita muslimah yang terkait dengan hukum-hukum Islam: kadar kesaksian wanita dan shalat, serta puasa. Lalu, andai ada seorang wanita kafir lagi cerdas lalu ia pun masuk Islam, apakah ia tiba-tiba menjadi kurang akalnya ?
Pemahaman-pemahaman yang demikian adalah karena mengambil sepotong-sepotong nash hadits dan tidak melihat kepada keseluruhan nash, ia tidak mengkorelasikan antar sebagian nash dengan sebagian nash lainnya, atau ayat Al-Qur'an. Padahal hadits tersebut hanya membicarakan tentang alasan kurangnya akal wanita, yaitu bahwa kesaksian dua orang wanita adalah sama dengan kesakisian seorang laki-laki. Dan ayat Al-Qur'an pun demikian, yang jika ada seorang perempuan saksi lupa, maka diingatkan oleh yang lainnya. Dan Al-Qur'an tidak menyatakan bahwa perempuan lemah akalnya, dan juga tidak menyatakan bahwa dibutuhkannya dua orang saksi perempuan karena daya fikir wanita lebih lemah daripada daya fikir laki-laki.
Apa yang dimaksud dengan Daya Fikir dan Akal ?
Daya fikir adalah aktivitas otak dengan bantuan data empirik sesuai dengan eksperien dan kecerdasan untuk mendapatkan tujuan, atau mendapatkan hujjah atau menghilangkan kendala.
Data empirik adalah sesuatu yang bisa dilihat atau disaksikan dan dibuktikan. Dan Eksperien adalah pengetahuan yang diperoleh manusia sesuai dengan fakta empirik dan melalui metodologi ilmiah.
Adapun kecerdasan adalah gambaran tentang kemampuan dasar otak yang ada pada manusia yang berbeda-beda tingkatannya. Daya pikir membutuhkan hujah/dalil untuk membantunya. Dan hal itu tidak mungkin tercapai kecuali dengan menghilangkan kendala-kendala dan menghindarkan dari terjerumus dalam kesalahan dengan skill dan semangat untuk melakukannya.
Penjelasan tentang batasan daya fikir ini tidak berbeda antara laki-laki atau pun perempuan. Pun penjelasan ini tidak menunjukkan adanya perbedaan perolehan ilmu yang terkait dengan penelaahan otak, berfikir, dan belajar antara laki-laki dan perempuan dari aspek daya pikir dan belajar. Juga, tidak menunjukkan adanya perbedaan kemampuan otak dan kecerdasan, syaraf otak, cara memperoleh informasi, serta tidak ada keunggulan pada masing-masingnya kecuali hanya dalam hal-hal yang mempribadi.
Oleh karena itu, daya fikir bukanlah kemampuan akal atau kecerdasan semata, bahkan daya fikir lebih luas dari hal itu, termasuk di dalamnya hal-hal lain yang berjalan dalam tahapan berfikir ilmiah. Yaitu aktivitas yang terstruktur dan bukan sederhana. Sebagaimana demikian juga akal dalam perspektif Al-Qur'an dan Al-Sunnah adalah lebih luas daripada sekedar berfikir. Akan tetapi aktivitas berfikir yang ditujukan untuk beramal/beraktivitas. Oleh karena itu, kami akan memberikan catatan tambahan terhadap hadits di atas dengan penjelasan yang detail. yaitu bahwa kurangnya akal wanita adalah kurang dalam hal metode/tahapan berfikir ilmiah yang berpengaruh kepada fikiran, dan bukan pada kemampuan alami fikir itu sendiri atau kemampuan otak sebagaimana anggapan sebagian besar manusia.
Dimanakah Mukjizat Rasulullah tentang hadits ini?
Nash-nash Al-Qur'an dan Al-Sunnah tidak membedakan antara kemampuan akal laki-laki dengan kemampuan akal perempuan. Hal ini terlihat jelas dalam konteks pembicaraan iman secara umum, baik perempuan atau pun laki-laki. Ini bila kita kaitkan antara nash-nash yang membicarakan kecerdasan, kemampuan, pendapat-pendapat yang benar dari perempuan dalam sejumlah permasalahan dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Oleh karena itu, tidak pernah ada secara ilmiah, adanya perbedaan kemampuan akal wanita dengan laki-laki. Dan nash Al-Qur'an dan Sunnah tidak bertentangan dengan hal ini. Maka, yang dimaksud dengan kurang akalnya perempuan sebagaimana yang disebutkan di dalam nash adalah bukan pada kemampuan akal. Sebab aktivitas berfikir adalah aktivitas yang terpaut dengan hal-hal lain dari kerja syarat, dan terkandung di dalamnya kemampuan akal, dan hal-hallain semisal data empirik dan eksperien/pengalaman.
Jika kita tilik pada ayat di atas, kita kan mendapatkan bahwa alasan dari hal itu adalah kadar kesaksian: bila lupa diingatkan. Dan lupa atau ingat adalah hal yang terkait dengan data empirik dan pengalaman. Dan ini sama antara laki-laki atau perempuan. Akan tetapi perempuan memiliki kekhususan-kekhususan, dimana ia banyak mengalami keadaan yang berbeda-beda "banyak mengalami siklus hidup", seperti siklus yang berkaitan dengan tubuhnya, perasaannya, dimana keduanya sangat berpengaruh kepada proses berfikirnya. Ini, bila kita kaitkan pada hadits tersebut yang berbicara tentang hukum-hukum Islam dalam masyarakat Muslim, dan wanita dihukumi sesuai tabiat dan kehidupan kesehariannya dalam masyarakat islami secara lebih khusus dimana pengalamannya lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki secara umum, apalagi pada moment yang memang wanita jarang berkecimpung di dalamnya.
Jadi, kurang akal di sini terkait dengan hal-hal lain, bukan kemampuan akal itu sendiri, sebagaimana yang difahami kebanyakan orang sehingga ia menghukumi sesuatu tanpa di landasi dengan analisis atau pemahaman yang benar.
Dan sudah datang masanya bagi mereka untuk kembali kepada pemahaman yang benar ini, dan adil di dalam mensikapi Islam dengan seadil-adilnya. Dan bagi wanita, maka berjalanlah mengikuti nash-nash tersebut dan yakinlah kepada Rabb kalian, yakinlah kepada agama kalian (Islam), dan berbanggalah dengan Islam ini.
Catatan:
Makalah ini adalah salah satu hasil penelitian yang panjang. Bagi yang mau melihat secara lebih lengkap, kami sudah ajukan ke "Muktamar Al-I'jaaz Al-Ilmiy fii Al-Qur'an", dan bisa diakses pada situs-situs di bawah ini:

1. http://www.islamway.com/bindex.php?section=articles&article_id=269 تنمية مهارات التفكير
2. http://www.islamway.com/bindex?section=articles&article_id=340 مواجهة المشاكل والتغلب عليها
3. http://www.lahaonline.com/Daawa/DaawaObsta/a2-30-02-1424.doc_cvt.htm كيف واجهت أم المؤمنين عائشة حادثة الإفك؟

Penerjemah: Abu Muhammad ibn Shadiq ( Sabtu, 27122003M / 04111424H )

(Read More..)

Kamis, 20 November 2008

Mandikan Aku Bunda

. Kamis, 20 November 2008 .



Bincang-bincang soal pembagian tugas suami-isteri, selalu saja menarik.
Sepanjang masa berbagai argumen dikemukan, tidak sedikit para ustadz dan
ulama urun rembug memberikan arahan dan fatwa. Selama itu pula, sepertinya
ada saja fenomena yang pantas untuk diungkap.

Sebagian akhwat atau wanita menganggap tugas wanita lebih sebagai manajer
dirumahnya tanpa perlu dipusingkan urusan dapur dan merawat anak yang
lebih pantas dilakukan oleh para bawahan, alias pembantu ataupun
baby-sitter. Peran sosial dan aktualisasi diri menjadi lebih utama. Di
sisi lain, tidak sedikit akhwat yang tetap "teguh" dan bangga dengan
kesibukan seputar urusan dapur dan diaper ini. Mereka cukup puas dengan
imbalan surga untuk jerih payahnya membenamkan muka di asap "sauna" Mazola (minyak goreng) dan berparfumkan aroma popok bayi.


Saya tidak hendak membahas kekurangan dan kelebihan kedua sisi ini.
Seperti saya tulis di muka, sudah banyak para ulama dan ustadz yang
memberikan arahan. Saya hanya ingin bertutur tentang seorang sahabat saya.
Sebut saja Rani namanya.

Semasa kuliah ia tergolong berotak cemerlang dan memiliki idealisme yang
tinggi. Sejak awal, sikap dan konsep dirinya sudah jelas : meraih yang
terbaik, baik itu dalam bidang akademis maupun bidang profesi yang akan
digelutinya. Ketika Universitas mengirim kami untuk mempelajari Hukum
Internasional di University Utrecht, di negerinya bunga tulip, beruntung
Rani terus melangkah. Sementara saya, lebih memilih menuntaskan pendidikan
kedokteran dan berpisah dengan seluk beluk hukum dan perundangan.
Beruntung pula, Rani mendapat pendamping yang "setara " dengan dirinya,
sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi.

Alifya, buah cinta mereka lahir ketika Rani baru saja diangkat sebagai
Staf Diplomat bertepatan dengan tuntasnya suami Rani meraih PhD. Konon
nama putera mereka itu diambil dari huruf pertama hijaiyah "alif" dan
huruf terakhir "ya", jadilah nama yang enak didengar : Alifya. Tentunya
filosofi yang mendasari pemilihan nama ini seindah namanya pula.

Ketika Alif, panggilan untuk puteranya itu berusia 6 bulan, kesibukan Rani
semakin menggila saja. Frekuensi terbang dari satu kota ke kota lain dan
dari satu negara ke negara lain makin meninggi.

Saya pernah bertanya , " Tidakkah si Alif terlalu kecil untuk ditinggal ?"
Dengan sigap Rani menjawab : " Saya sudah mempersiapkan segala sesuatunya.
Everything is ok." Dan itu betul-betul ia buktikan. Perawatan dan
perhatian anaknya walaupun lebih banyak dilimpahkan ke baby sitter
betul-betul mengagumkan. Alif tumbuh menjadi anak yang lincah, cerdas dan
pengertian. Kakek neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucu
semata wayang itu tentang ibu-bapaknya.

" Contohlah ayah-bunda Alif kalau Alif besar nanti." Begitu selalu nenek
Alif, ibunya Rani bertutur disela-sela dongeng menjelang tidurnya. Tidak
salah memang. Siapa yang tidak ingin memiliki anak atau cucu yang berhasil
dalam bidang akademis dan pekerjaannya. Ketika Alif berusia 3 tahun, Rani
bercerita kalau Alif minta adik. Waktu itu Ia dan suaminya menjelaskan
dengan penuh kasih-sayang bahwa kesibukan mereka belum memungkinkan untuk
menghadirkan seorang adik buat Alif. Lagi-lagi bocah kecil ini "dapat
memahami" orang tuanya.

Mengagumkan memang. Alif bukan tipe anak yang suka merengek. Kalau kedua
orang tuanya pulang larut, ia jarang sekali ngambek. Kisah Rani, Alif
selalu menyambutnya dengan penuh kebahagiaan. Rani bahkan menyebutnya
malaikat kecil. Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua
orang tua sibuk, Alif tetap tumbuh penuh cinta. Diam-diam hati kecil saya
menginginkan anak seperti Alif.

Suatu hari, menjelang Rani berangkat ke kantor, entah mengapa Alif menolak
dimandikan baby-sitternya. " Alif ingin bunda mandikan." Ujarnya. Karuan
saja Rani yang dari detik ke detik waktunya sangat diperhitungkan, menjadi
gusar. Tak urung suaminya turut membujuk agar Alif mau mandi dengan tante
Mien, baby-sitternya. Persitiwa ini berulang sampai hampir sepekan,"
Bunda, mandikan Alif?" begitu setiap pagi. Rani dan suaminya berpikir,
mungkin karena Alif sedang dalam masa peralihan ke masa sekolah jadinya
agak minta perhatian.

Suatu sore, saya dikejutkan telponnya Mien, sang baby sitter.
" Bu dokter, Alif deman dan kejang-kejang, Sekarang di Emergency".
Setengan terbang saya pun ngebut ke UGD. But it was too late.
Alloh SWT sudah punya rencana lain.
Alif, si Malaikan kecil keburu dipanggil pemiliknya.

Rani, bundanya tercinta, yang ketika diberi tahu sedang meresmikan kantor
barunya,shock berat. Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah
memandikan anaknya. Dan itu memang ia lakukan, meski setelah tubuh si
kecil terbaring kaku. " Ini bunda, Lif. Bunda mandikan Alif." Ucapnya
lirih, namun teramat pedih.

Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, kami masih berdiri
mematung. Berkali-kali Rani, sahabatku yang tegar itu berkata, " Ini sudah
takdir, iya kan ? Aku disebelahnya ataupun di seberang lautan, kalau
sudah saatnya, dia pergi juga kan ? ". Saya diam saja mendengarkan. " Ini
konsekuensi dari sebuah pilihan." lanjutnya lagi, tetap tegar dan kuat.
Hening sejenak. Angin senja berbaur aroma kamboja. Tiba-tiba Rani
tertunduk. " Aku ibunya !" serunya kemudian, " Bangunlah Lif. Bunda mau
mandikan Alif. Beri kesempatan bunda sekali lagi saja, Lif". Rintihan itu
begitu menyayat. Detik berikutnya ia bersimpuh sambil mengais-kais tanah
merah ?..

Sekali lagi, saya tidak ingin membahas perbedaan sudut pandang pembagian
tugas suami isteri. Hanya saja, sekiranya si kecil kita juga bergelayut :
"Mandikan aku, Bunda ." Akankah kita menolak ? Ataukah menunggu sampai
terlambat ?

Semoga bermanfaat,khususnya teruntuk para orang tua yang memiliki seorang anak kecil,yang masih sangat membutuhkan kasih sayang dan perhatian.

Sumber : Dari email teman

(Read More..)

Rabu, 19 November 2008

First Night Or Belah duren

. Rabu, 19 November 2008 .




Assalamu'alaikum...
Teruntuk para pemuda en pemudi khususnya yang hendak dan akan melangsungkan pernikahan tentunya selain harus mempersiapkan mental dan material,juga harus mempersiapkan ilmu yang harus dikuasai.nah di sini ada salah satu artikel yang insya Allah bermanfaat tentang malam pertama yang pasti akan si jalani setiap pasangan pengantin baru.(Hmmmmchh....kebayang deh indahnya,jadi pengen buru2 nikah...:-])

MALAM PERTAMA DAN ADAB BERSENGGAMA


Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas



1. Malam Pertama Dan Adab Bersenggama
Saat pertama kali pengantin pria menemui isterinya setelah aqad nikah, dianjurkan melakukan beberapa hal, sebagai berikut:

Pertama: Pengantin pria hendaknya meletakkan tangannya pada ubun-ubun isterinya seraya mendoakan baginya. Rasulullah shallallaahualaihi wa sallam bersabda:

Apabila salah seorang dari kamu menikahi wanita atau membeli seorang budak maka peganglah ubun-ubunnya lalu bacalahbasmalahserta do’akanlah dengan do’a berkah seraya mengucapkan: ‘Ya Allah, aku memohon kebaikannya dan kebaikan tabiatnya yang ia bawa. Dan aku berlindung dari kejelekannya dan kejelekan tabiat yang ia bawa.’” [1]

Kedua: Hendaknya ia mengerjakan shalat sunnah dua raka’at bersama isterinya.

Syaikh al-Albani rahimahullaah berkata: “Hal itu telah ada sandarannya dari ulama Salaf (Shahabat dan Tabi’in).

1. Hadits dari Abu Sa’id maula (budak yang telah dimerdekakan) Abu Usaid.
Ia berkata: “Aku menikah ketika aku masih seorang budak. Ketika itu aku mengundang beberapa orang Shahabat Nabi, di antaranyaAbdullah bin Mas’ud, Abu Dzarr dan Hudzaifah radhiyallaahuanhum. Lalu tibalah waktu shalat, Abu Dzarr bergegas untuk mengimami shalat. Tetapi mereka berkata: ‘Kamulah (Abu Sa’id) yang berhak!’ Ia (Abu Dzarr) berkata: ‘Apakah benar demikian?’ ‘Benar!’ jawab mereka. Aku pun maju mengimami mereka shalat. Ketika itu aku masih seorang budak. Selanjutnya mereka mengajariku, ‘Jika isterimu nanti datang menemuimu, hendaklah kalian berdua shalat dua raka’at. Lalu mintalah kepada Allah kebaikan isterimu itu dan mintalah perlindungan kepada-Nya dari keburukannya. Selanjutnya terserah kamu berdua...!’”[2]

2. Hadits dari Abu Waail.
Ia berkata, “Seseorang datang kepadaAbdullah bin Mas’ud radhiyallaahuanhu, lalu ia berkata, ‘Aku menikah dengan seorang gadis, aku khawatir dia membenciku.’ ‘Abdullah bin Mas’ud berkata, ‘Sesungguhnya cinta berasal dari Allah, sedangkan kebencian berasal dari syaitan, untuk membenci apa-apa yang dihalalkan Allah. Jika isterimu datang kepadamu, maka perintahkanlah untuk melaksanakan shalat dua raka’at di belakangmu. Lalu ucapkanlah (berdoalah):


“Ya Allah, berikanlah keberkahan kepadaku dan isteriku, serta berkahilah mereka dengan sebab aku. Ya Allah, berikanlah rizki kepadaku lantaran mereka, dan berikanlah rizki kepada mereka lantaran aku. Ya Allah, satukanlah antara kami (berdua) dalam kebaikan dan pisahkanlah antara kami (berdua) dalam kebaikan.” [3]

Ketiga: Bercumbu rayu dengan penuh kelembutan dan kemesraan. Misalnya dengan memberinya segelas air minum atau yang lainnya.

Hal ini berdasarkan hadits Asmabinti Yazid binti as-Sakan radhiyallaahuanha, ia berkata: “Saya meriasAisyah untuk Rasulullah shallallaahualaihi wa sallam. Setelah itu saya datangi dan saya panggil beliau supaya menghadiahkan sesuatu kepadaAisyah. Beliau pun datang lalu duduk di sampingAisyah. Ketika itu Rasulullah shallallaahualaihi wa sallam disodori segelas susu. Setelah beliau minum, gelas itu beliau sodorkan kepadaAisyah. TetapiAisyah menundukkan kepalanya dan malu-malu.” ‘Asma binti Yazid berkata: “Aku menegurAisyah dan berkata kepadanya, ‘Ambillah gelas itu dari tangan Rasulullah shallallaahualaihi wa sallam!’ AkhirnyaAisyah pun meraih gelas itu dan meminum isinya sedikit.” [4]

Keempat: Berdo’a sebelum jima’ (bersenggama), yaitu ketika seorang suami hendak menggauli isterinya, hendaklah ia membaca do’a:

Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah, jauhkanlah aku dari syaitan dan jauhkanlah syaitan dari anak yang akan Engkau karuniakan kepada kami.”

Rasulullah shallallaahualaihi wa sallam bersabda: “Maka, apabila Allah menetapkan lahirnya seorang anak dari hubungan antara keduanya, niscaya syaitan tidak akan membahayakannya selama-lamanya.” [5]

Kelima: Suami boleh menggauli isterinya dengan cara bagaimana pun yang disukainya asalkan pada kemaluannya.

Allah Ta’ala berfirman:

"Artinya : Isteri-Isterimu adalah ladang bagimu, maka datangi-lah ladangmu itu kapan saja dengan cara yang kamu sukai. Dan utamakanlah (yang baik) untuk dirimu. Bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu (kelak) akan menemui-Nya. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang yang beriman.” [Al-Baqarah : 223]

Ibnu ‘Abbas radhiyallaahuanhuma berkata, “Pernah suatu ketikaUmar bin al-Khaththab radhiyallaahuanhu datang kepada Rasulullah shallallaahualaihi wa sallam, lalu ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, celaka saya.’ Beliau bertanya, ‘Apa yang membuatmu celaka?’ ‘Umar menjawab, ‘Saya membalikkan pelana saya tadi malam.’ [6] Dan beliau shallallaahualaihi wa sallam tidak memberikan komentar apa pun, hingga turunlah ayat kepada beliau:

"Isteri-Isterimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dengan cara yang kamu sukai...” [Al-Baqarah : 223]

Lalu Rasulullah shallallaahualaihi wa sallam bersabda:

"Setubuhilah isterimu dari arah depan atau dari arah belakang, tetapi hindarilah (jangan engkau menyetubuhinya) di dubur dan ketika sedang haidh". [7]

Juga berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahualaihi wa sallam:

"Silahkan menggaulinya dari arah depan atau dari belakang asalkan pada kemaluannya".[8]

Seorang Suami Dianjurkan Mencampuri Isterinya Kapan Waktu Saja
Apabila suami telah melepaskan hajat biologisnya, janganlah ia tergesa-gesa bangkit hingga isterinya melepaskan hajatnya juga. Sebab dengan cara seperti itu terbukti dapat melanggengkan keharmonisan dan kasih sayang antara keduanya. Apabila suami mampu dan ingin mengulangi jimasekali lagi, maka hendaknya ia berwudhuterlebih dahulu.

Rasulullah shallallaahualaihi wa sallam bersabda:

"Jika seseorang diantara kalian menggauli isterinya kemudian ingin mengulanginya lagi, maka hendaklah ia berwudhuterlebih dahulu.” [9]

• Yang afdhal (lebih utama) adalah mandi terlebih dahulu. Hal ini berdasarkan hadits dari Abu Rafi' radhi-yallaahuanhu bahwasanya Nabi shallallaahualaihi wa sallam pernah menggilir isteri-isterinya dalam satu malam. Beliau mandi di rumah fulanah dan rumah fulanah. Abu Rafi' berkata, “Wahai Rasulullah, mengapa tidak dengan sekali mandi saja?” Beliau menjawab.

"Ini lebih bersih, lebih baik dan lebih suci.” [10]

Seorang suami dibolehkan jima’ (mencampuri) isterinya kapan waktu saja yang ia kehendaki; pagi, siang, atau malam. Bahkan, apabila seorang suami melihat wanita yang mengagumkannya, hendaknya ia mendatangi isterinya. Hal ini berdasarkan riwayat bahwasanya Rasulullah shallallaahualaihi wa sallam melihat wanita yang mengagumkan beliau. Kemudian beliau mendatangi isterinya -yaitu Zainab radhiyallaahuanha- yang sedang membuat adonan roti. Lalu beliau melakukan hajatnya (berjimadengan isterinya). Kemu-dian beliau bersabda,

"Sesungguhnya wanita itu menghadap dalam rupa syaitan dan membelakangi dalam rupa syaitan. [11] Maka, apabila seseorang dari kalian melihat seorang wanita (yang mengagumkan), hendaklah ia mendatangi isterinya. Karena yang demikian itu dapat menolak apa yang ada di dalam hatinya.” [12]

Imam an-Nawawi rahimahullaah berkata : “ Dianjurkan bagi siapa yang melihat wanita hingga syahwatnya tergerak agar segera mendatangi isterinya - atau budak perempuan yang dimilikinya -kemudian menggaulinya untuk meredakan syahwatnya juga agar jiwanya menjadi tenang.” [13]

Akan tetapi, ketahuilah saudara yang budiman, bahwasanya menahan pandangan itu wajib hukumnya, karena hadits tersebut berkenaan dan berlaku untuk pandangan secara tiba-tiba.

Allah Ta’ala berfirman:

"“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat” .[An-Nuur : 30]

Dari Abu Buraidah, dari ayahnya radhiyallaahuanhu, ia berkata, “Rasulullah shallallaahualaihi wa sallam ber-sabda kepada ‘Ali.

"Wahai ‘Ali, janganlah engkau mengikuti satu pandangan pandangan lainnya karena yang pertama untukmu dan yang kedua bukan untukmu”. [14]

Haram menyetubuhi isteri pada duburnya dan haram menyetubuhi isteri ketika ia sedang haidh/ nifas.

Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:

"Artinya : Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haidh. Katakanlah, ‘Itu adalah sesuatu yang kotor.’ Karena itu jauhilah [15] isteri pada waktu haidh; dan janganlah kamu dekati sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang bertaubat dan mensucikan diri.” [Al-Baqarah : 222]

Juga sabda Rasulullah shallallaahualaihi wa sallam:

"Barangsiapa yang menggauli isterinya yang sedang haidh, atau menggaulinya pada duburnya, atau mendatangi dukun, maka ia telah kafir terhadap ajaran yang telah diturunkan kepada Muhammad shallallaahualaihi wa sallam.” [16]

Juga sabda beliau shallallaahualaihi wa sallam:

"Dilaknat orang yang menyetubuhi isterinya pada duburnya.” [17]

Kaffarat bagi suami yang menggauli isterinya yang sedang haidh.
Syaikh al-Albani rahimahullaah berkata, “Barangsiapa yang dikalahkan oleh hawa nafsunya lalu menyetubuhi isterinya yang sedang haidh sebelum suci dari haidhnya, maka ia harus bershadaqah dengan setengah pound emas Inggris, kurang lebihnya atau seperempatnya. Hal ini berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallaahuanhu dari Nabi shallallaahualaihi wa sallam tentang orang yang menggauli isterinya yang sedang haidh. Lalu Nabi shallallaahualaihi wa sallam bersabda.

"Hendaklah ia bershadaqah dengan satu dinar atau setengah dinar.’”[18]

Apabila seorang suami ingin bercumbu dengan isterinya yang sedang haidh, ia boleh bercumbu dengannya selain pada kemaluannya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahualaihi wa sallam.

"Lakukanlah apa saja kecuali nikah (jima'/ bersetubuh).” [19]

Apabila suami atau isteri ingin makan atau tidur setelah jima’ (bercampur), hendaklah ia mencuci kemaluannya dan berwudhu' terlebih dahulu, serta mencuci kedua tangannya. Hal ini berdasarkan hadits dariAisyah radhiyallaahuanha bahwasanya Rasulullah shallallaahualaihi wa sallam bersabda,

Apabila beliau hendak tidur dalam keadaan junub, maka beliau berwudhu' seperti wudhu' untuk shalat. Dan apabila beliau hendak makan atau minum dalam keadaan junub, maka beliau mencuci kedua tangannya kemudian beliau makan dan minum.” [20]

Dari ‘Aisyah radhiyallaahuanha, ia berkata,

"Apabila Nabi shallallaahualaihi wa sallam hendak tidur dalam keadaan junub, beliau mencuci kemaluannya dan berwudhu’ (seperti wudhu') untuk shalat.” [21]

Sebaiknya tidak bersenggama dalam keadaan sangat lapar atau dalam keadaan sangat kenyang, karena dapat membahayakan kesehatan.

Suami isteri dibolehkan mandi bersama dalam satu tempat, dan suami isteri dibolehkan saling melihat aurat masing-masing.

Adapun riwayat dariAisyah yang mengatakan bahwaAisyah tidak pernah melihat aurat Rasulullah shallallaahualaihi wa sallam adalah riwayat yang bathil, karena di dalam sanadnya ada seorang pendusta. [22]

Haram hukumnya menyebarkan rahasia rumah tangga dan hubungan suami isteri.

Setiap suami maupun isteri dilarang menyebarkan rahasia rumah tangga dan rahasia ranjang mereka. Hal ini dilarang oleh Rasulullah shallallaahualaihi wa sallam. Bahkan, orang yang menyebarkan rahasia hubungan suami isteri adalah orang yang paling jelek kedudukannya di sisi Allah.
Rasulullah shallallaahualaihi wa sallam bersabda:

"Sesungguhnya manusia yang paling jelek kedudukannya pada hari Kiamat adalah laki-laki yang bersenggama dengan isterinya dan wanita yang bersenggama dengan suaminya kemudian ia menyebarkan rahasia isterinya.” [23]

Dalam hadits lain yang shahih, disebutkan bahwa Rasulullah shallallaahualaihi wa sallam bersabda, “Jangan kalian lakukan (menceritakan hubungan suami isteri). Perumpamaannya seperti syaitan laki-laki yang berjumpa dengan syaitan perempuan di jalan lalu ia menyetubuhinya (di tengah jalan) dilihat oleh orang banyak…” [24]

Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullaah berkata, “Apa yang dilakukan sebagian wanita berupa membeberkan maslah rumah tangga dan kehidupan suami isteri kepada karib kerabat atau kawan adalah perkara yang diharamkan. Tidak halal seorang isteri menyebarkan rahasia rumah tangga atau keadaannya bersama suaminya kepada seseorang.
Allah Ta’ala berfirman:

"Artinya : “Maka perempuan-perempuan yang shalih adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka).” [An-Nisaa' : 34]

Nabi shallallaahualaihi wa sallam mengabarkan bahwa manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari Kiamat adalah laki-laki yang bersenggama dengan isterinya dan wanita yang bersenggama dengan suaminya, kemudian ia menyebarkan rahasia pasangannya". [25]

[Disalin dari buku Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Putaka A-Taqwa Bogor - Jawa Barat, Cet Ke II Dzul Qa'dah 1427H/Desember 2006]
__________
Foote Note
[1]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2160), Ibnu Majah (no. 1918), al-Hakim (II/185) dan ia menshahihkannya, juga al-Baihaqi (VII/148), dariAbdullah bin ‘Amr radhiyallaahuanhuma. Lihat Adabuz Zifaf (hal. 92-93)
[2]. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf (X/159, no. 30230 danAbdurrazzaq dalam al-Mushannaf (VI/191-192). Lihat Adabuz Zifaf fis Sunnah al-Muthahharah (hal. 94-97), cet. Darus Salam, th. 1423 H.
[3]. Diriwayatkan olehAbdurrazzaq dalam al-Mushannaf (VI/191, no. 10460, 10461).
[4]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (VI/438, 452, 453, 458). Lihat Adabuz Zifaf fis Sunnah al-Muthahharah (hal. 91-92), cet. Darus Salam, th. 1423 H.
[5]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 141, 3271, 3283, 5165), Muslim (no. 1434), Abu Dawud (no. 2161), at-Tirmidzi (no. 1092), ad-Darimi (II/145), Ibnu Majah (no. 1919), an-Nasa-i dalamIsyratun Nisaa' (no. 144, 145), Ahmad (I/216, 217, 220, 243, 283, 286) dan lainnya, dariAbdullah bin ‘Abbas radhiyallaahuanhuma.
[6]. Pelana adalah kata kiasan untuk isteri. Yang dimaksudUmar bin al-Khaththab adalah menyetubuhi isteri pada kemaluannya tetapi dari arah belakang. Hal ini karena menurut kebiasaan, suami yang menyetubuhi isterinya berada di atas, yaitu menunggangi isterinya dari arah depan. Jadi, karenaUmar menunggangi isterinya dari arah belakang, maka dia menggunakan kiasanmembalik pelana”. (Lihat an-Nihayah fii Ghariibil Hadiits (II/209))
[7]. Hadits hasan: Diriwayatkan oleh Ahmad (I/297), an-Nasa-i dalamIsyratun Nisaa' (no. 91) dan dalam Tafsiir an-Nasa-i (I/256, no. 60), at-Tirmidzi (no. 2980), Ibnu Hibban (no. 1721-al-Mawarid) dan (no. 4190-Ta’liiqatul Hisaanala Shahiih Ibni Hibban), ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabir (no. 12317) dan al-Baihaqi (VII/198). At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan.” Hadits ini dishahihkan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fat-hul Baari (VIII/291).
[8]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh ath-Thahawi dalam Syarah Ma’anil Aatsaar (III/41) dan al-Baihaqi (VII/195). Asalnya hadits ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari (no. 4528), Muslim (no. 1435) dan lainnya, dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallaahuanhuma. Lihat al-Insyirah fii Adabin Nikah (hal. 48) oleh Abu Ishaq al-Huwaini.
[9]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (308 (27)) dan Ahmad (III/28), dari Shahabat Abu Sa’id al-Khudri radhiyallaahuanhu.
[10]. Hadits hasan: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 219), an-Nasa-i dalam Isyratun Nisaa' (no. 149), dan yang lainnya. Lihat Shahih Sunan Abi Dawud (no. 216) dan Adabuz Zifaf (hal. 107-108).
[11]. Maksudnya isyarat dalam mengajak kepada hawa nafsu.
[12]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1403), at-Tirmidzi (no. 1158), Adu Dawud (no. 2151), al-Baihaqi (VII/90), Ahmad (III/330, 341, 348, 395) dan lafazh ini miliknya, dari Shahabat Jabir bin ‘Abdillah radhiyallaahuanhuma. Lihat Silsilah ash-Shahiihah (I/470-471).
[13]. Syarah Shahiih Muslim (IX/178).
[14]. Hadits hasan: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 2777) dan Abu Dawud (no. 2149).
[15]. Jangan bercampur dengan isteri pada waktu haidh.
[16]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 3904), at-Tirmidzi (no. 135), Ibnu Majah (no. 639), ad-Darimi (I/259), Ahmad (II/408, 476), al-Baihaqi (VII/198), an-Nasa-i dalamIsyratun Nisaa' (no. 130, 131), dari Sahabat Abu Hurairah radhiyallaahuanhu.
[17]. Hadits hasan: Diriwayatkan oleh Ibnu Adi dariUqbah bin ‘Amr dan dikuatkan dengan hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2162) dan Ahmad (II/444 dan 479). Lihat Adaabuz Zifaf fis Sunnah al-Muthahharah (hal. 105).
[18]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 264), an-Nasa-i (I/153), at-Tirmidzi (no. 136), Ibnu Majah (no. 640), Ahmad (I/172), dishahihkan oleh al-Hakim (I/172) dan disetujui oleh Imam adz-Dzahabi. Lihat Adabuz Zifaf (hal. 122)
[19]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 302), Abu Dawud (no. 257), dari Shahabat Anas bin Malik radhiyallaahuanhu. Lihat Adabuz Zifaf (hal. 123).
[20]. Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 222, 223), an-Nasa-i (I/139), Ibnu Majah (no. 584, 593) dan Ahmad (VI/102-103, dariAisyah radhiyallaahuanha. Lihat Silsilah ash-Shahiihah (no. 390) dan Shahiihul Jaami’ (no. 4659).
[21]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 288), Muslim (no. 306 (25)), Abu Dawud (no. 221), an-Nasa-i (I/140). Lihat Shahiihul Jaami’ (no. 4660).
[22]. Lihat Adabuz Zifaf hal. 109.
[23]. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah (no. 17732), Muslim (no. 1437), Abu Dawud (no. 4870), Ahmad (III/69) dan lainnya. Hadits ini ada kelemahannya karena dalam sanadnya ada seorang rawi yang lemah bernamaUmar bin Hamzah al-‘Amry. Rawi ini dilemahkan oleh Yahya bin Ma’in dan an-Nasa-i. Imam Ahmad berkata tentangnya, “Hadits-haditsnya munkar.” Lihat kitab Mizanul I’tidal (III/192), juga Adabuz Zifaf (hal. 142). Makna hadits ini semakna dengan hadits-hadits lain yang shahih yang melarang menceritakan rahasia hubungan suami isteri.
[24]. Diriwayatkan oleh Ahmad (VI/456-457).
[25]. Fataawaa al-Islaamiyyah (III/211-212).

Sumber : www.almanhaj.or.id

(Read More..)
 
Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com